Pemilik rumah makan Wong Solo, H Didik Imam Wahyudi, satu di antara pencinta burung berkicau. Hobi ini menambah penghasilan di luar usaha yang ia geluti. Pengusaha yang juga bergerak di bidang jasa distribusi dan suplier ini tak segan merogoh kocek ratusan juta untuk mengoleksi berbagai jenis burung.
Didik mengatakan, ia mulai mengoleksi burung pada 1997. Saat itu ia beternak burung perkutut di Serang Banten.
"Pada tahun 2000 saya pindah ke Pontianak. Beberapa perkutut jawara saya bawa ke Pontianak dan melakukan ternak perkutut sebanyak 24 kandang," ujar Didik kepada Tribun ditemui di tempat usahanya di Jl Teuku Umar Pontianak, Sabtu (10/3/2012).
Satu di antara burung itu ia namai Satria Wangi. Burung inilah yang kerap menjadi juara dalam perlombaan. Satria Wangi kemudian ia lego dengan harga Rp 50 juta.
"Sedangkan Putri Kuning yang pernah juara nasional juga sudah saya jual dengan seorang bos besi tua. Perkutut itu menjadi the best perkutut 2010. Waktu itu saya jual hanya Rp 25 juta dan ditangan pemiliknya sekarang pernah ditawar Rp 700 juta," kata Didik.
Pada 2008, ia mencoba untuk beternak burung lovebird sebanyak 10 kandang dan membeli dua ekor burung kacer.
"Burung kacer saya peroleh dari Suprojo, seorang pemain nasional burung kicauan. Waktu itu dua ekor burung kacer saya beli seharga Rp 35 juta dan Rp 25 juta. Dua burung ini saya beri nama Jamaika dan rock and rol," ceritanya.
Dua burung yang masih ia rawat hingga kini ini juga kerap menjadi juara. Jamaika, katanya, pernah juara nasional dan ditawar orang lain hingga Rp 50 juta. Sedangkan rock and rol, pernah menjuarai Kapolri Cup. Ia juga mengoleksi berbagai jenis burung kicau antara lain pentet, lovebird, kenari dan jalak suren.
Untuk mendapat burung idaman, Didik berburu hingga ke daerah lain di Indonesia. Untuk jenis kacer, biasanya ia dapatkan di Semarang, Surabaya dan Jakarta. Sedangkan jenis perkutut ia berburu hingga Thailand.
"Jika ada kompetisi dan ada burung yang bagus, selama cocok harga saya beli. 29 April ini kami akan mengikuti lomba Presiden Cup memperebutkan hadiah Rp 100 juta, Rp 30 juta, dan Rp 20 juta untuk kelas murai dan kacer," ujar pemilik Wong Solo ini.
Ia mengatakan, sudah menghabiskan sekitar Rp 200 juta untuk membeli burung berkicau.
"Sedangkan untuk peternakan saya sudah keluarkan uang sekitar Rp 2 miliar sejak 2001 hingga 2007. Kalau hobi orang tidak akan berpikir panjang. Orang bisa melakukan apa yang disukai, walaupun perlu waktu, tenaga bahkan uang. Kebetulan Pontianak kurang hiburan dan saya sangat terhibur dengan adanya burung. Pulang kerja lihat burung sudah senang," katanya.
Dijelaskannya, tak mudah untuk memelihara burung berkicau. Kasih sayang, jelasnya, harus diberikan kepada burung kesayangan setiap harinya. Perawatan harian, pemilihan pakan dan pemberian vitamin harus diperhatikan.
"Setiap hari, burung peliharaan saya selalu dirawat. Saya punya pegawai untuk merawatnya. Ada tiga orang perawatnya untuk perkutut dan kicauan. Kalau kalau saya sendiri tidak sempat," katanya.
Setiap bulannya ia mengeluarkan uang Rp 4,5 juta untuk menggaji tiga pegawai yang dipekerjakan untuk merawat burung. Biaya itu, jelasnya, sebanding dengan kepuasan batin dan kondisi burung yang ia pelihara.
Hobi serupa juga digeluti Djohansyah, anggota Komisi B DPRD Pontianak. Habi ini ia geluti dalam dua tahun terakhir.
Riuh kicauan burung menyambut Tribun saat bertandang ke rumahnya di Jl Purnama, Gang Mentari, Blok 2, Nomor D5. Aneka burung bersuara merdu tampak di dalam sangkar yang bergelantungan di langit-langit rumahnya. Teras, ruang tamu, hingga langit-langit ruang makan tergantung sangkar berisi burung kicau.
Anak dari keturunan ke empat Raja Kerinci, Provinsi Jambi ini mengoleksi tujuh burung di antaranya, burung lovebird, cucak jenggot, kacer, murai batu, anis merah, kenari dan parkit. Burung-burung ini ia beli di Jakarta dengan harga bervariasi.
"Burung kenari ini saya beli seharga Rp 7 juta dan sudah tiga kali menyebat juara satu dalam kontes burung," paparnya kepada Tribun, Minggu (11/3).
Djohansyah mengaku tersihir dengan pesona burung yang ia pelihara. Eksotisme tubuh, kicauan dan tingkah lucu burung membuatnya terpana. Hobi memelihara burung tak mengganggu kesibukannya sebagai wakil rakyat.
Ia bahkan lebih sabar dan telaten saat merawat burung. Setiap hari, menjadi kewajibannya untuk memandikan burung, membersihkan sangkar, memberi makan dan menjemur semua burung miliknya.
"Untuk burung kontes, setelah diangin-anginkan sangkar burung ditutup dengan kain agar ketika lomba nanti naluri fighting dan birahi burung keluar . Burung juga tak berhenti berkicau," paparnya.
Hobi ini ia geluti sebelum menjadi anggota DPRD. Kala itu, seorang teman memberinya seekor perkutut. Kicauan perkutut inilah yang memikat hati Djohansyah. Ketika harus keluar kota, Djohansyah merasa begitu rindu mendengar kicauan burung peliharaannya.
Ia juga pernah mengalami kegagalan dalam memelihara burung yang ia beli. Burung yang tak sempat ia rawat tak mampu berkicau dengan baik. Alhasil, burung-burung ini ia sedekahkan pada teman-temannya.
"Alhamdulillah, sampai sekarang saya tak pernah bosan merawat burung. Sepertinya saya sulit berpaling dari indahnya kicau burung," kata penyandang gelar Dipati Singologo Kecik Pertama Alam dari Kerajaan Jambi ini.
Djohansyah juga tak sembarangan memilih sangkar. Sangkar yang digunakan dibeli dengan kisaran Rp 300 ribu hingga Rp 7,5 juta. Dia rela merogoh kocek dalam-dalam untuk hobinya itu.
"Cungkuk ukiran ini asli buatan Tiongkok dan khusus saya pakai pada saat kontes burung," katanya.
Pehobi burung lainnya agaknya sulit untuk menawar burung yang pernah menjadi juara milik Djohansyah. Ia agaknya terlalu sayang pada makhluk mini tersebut. "Bila saya cinta pada suatu barang, berapapun harganya tetap tidak akan saya jual," katanya.
Editor : Jamadin
Sumber : Tribun Pontianak
0 komentar:
Post a Comment